RB PADI News – Dalam closing statement pada debat capres 31 Maret lalu, Jokowi sampaikan, “Saya penggemar sepeda ontel. Dalam perjalanan kadang terjadi rantai terputus”. Hadirin dan seluruh rakyat pemirsa di Tanah Air bertanya-tanya, pertanda apakah itu?
Memang, setelah kalimat tersebut, Jokowi melanjutkan, “Tp, persahabatan saya dengan Pak Prabowo tak akan pernah terputus setelah pilpres ini”.
Sebenarnya, cukup jelas antara kalimat pertama dan kalimat lanjutannya. Namun demikian, closing statement suatu dialog, termasuk debat, biasanya lb menegaskan atau menggarisbawahi, atau bisa dikatakan sebuah kesimpulan dari apa yg telah dipaparkan. Itulah yang membuat tanda tanya, mengapa Jokowi sampaikan ilustrasi “rantai sepeda yg terputus”.
Meski jelas kalimat sambungnya, masyarakat berpikir lain. Lebih cenderung menafsirkan persoalan politik pasca pilpres. Yaitu, pertanda Jokowi akan berakhir kekuasaannya. Pasca pilpres 17 April, Jokowi akan terlengser posisinya secara mekanistik demokrasi.
Sangat blh jadi, closing statement yg “aneh” atau keluar dari “tradisi” pernyataan penutup itu berangkat dari realitas politik yg menunjukkan keunggulan posisi Prabowo. Meski sejumlah survey mengunggulkan Jokowi, tp sesungguhnya tidak diyakininya. Sejumlah survey lb bersifat menggiring opini, bukan cermin realitas publik pemilih. Dengan demikian, Jokowi sesunggguhnya sudah menyadari dirinya bakal kalah dalam kontestasi kepresidenan.
Lalu, apa urgensinya kalimat “persahabatan tak akan terputus pasca pilpres”? Urgensinya Tak jauh dari persoalan keamanan dirinya usai pilpres.
Jokowi sadar, pasca pilpres akan bermunculan desakan rakyat untuk membuka data diri Jokowi, Siapa nama kedua orang tuan kandungnya, apa ideologi mereka? Setidaknya, sebagian rakyat akan menggugat format kebijakan kriminalisasi yg mendera sejumlah ulama dan para aktivis Muslim. Sebagian rakyat juga akan mendesak kebijakan proteksinya terhadap agitasi kaum neokomunis.
Menyadari potensi kemunculan gerakan rakyat itu, maka Jokowi — sedini mungkin — menitipkan diri: memohon perlindungan diri dan keluarganya dari kejaran politik dan hukum.
Bagaimana kira-kira sikap Presiden Prabowo? Mencermati “balasan” penutup pernyataan Prabowo, tampaknya Presiden baru ini akan menjaga tali persaudaraan atau persahabatan itu. Hal ini lebih merupakan ekspresi dimensi kemanusiaan. Sikap Prabowo ini lebih diperkuat lg dengan sikap dan karakternya yg pemaaf.
Namun denikian, Sebagai Insan yang mendambakan supremasi hukum, Prabowo pun akan menghornati desakan publik. Manifestasinya, Prabowo akan menyerahkan persoalannya pada mekanisme hukum yang berlaku, bukan nenggunakan kekuasaan politiknya, misalnya langsung ciduk. Prabowo tetap akan nenggunakan saluran hukum positif.
Jika Jokowi memahami integritas seorang Prabowo, termasuk ketundukannya terhadap hukum, maka Jokowi harusnya bersiap-siap mengungsi, cari suaka politik ke negeri lain. Dalam hal ini ada dua negara yg berpotensi memberikan suaka, yaitu Singapura Dan RRC.
Apapun judul suaka itu, Jokowi sudah membaca prediksi hasil pilpres. Dirinya akan terjungkal seusai pagelaran demokrasi per lima tahunan ini. Maka, tidaklah berlebihan jika rakyat Indonesia ini menterjemahkan bahwa rantai terputus itu bukan persoalan hubungan personal dengan Prabowo, tapi lebih merupakan sikap “Sayonara Indonesia”.